Coretax DJP menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan pengelola pajak perusahaan dan pelaku bisnis. Baru-baru ini, muncul permasalahan terkait dengan pembuatan bukti potong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pasal 23 melalui sistem Coretax.
Permasalahan ini terjadi ketika perusahaan tidak dapat membuat bukti potong terhadap pegawai atau pihak lain yang belum mendaftarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) mereka di Coretax, meskipun NIK tersebut valid dan terhubung dengan Dukcapil.
Masalah ini memunculkan pertanyaan besar: apakah registrasi Coretax menjadi keharusan bagi semua pihak yang terlibat dalam pemotongan pajak? Hal ini menuai protes dari banyak pihak karena dianggap menyulitkan, terutama bagi perusahaan dengan jumlah pegawai yang besar.
Apa Itu Coretax?
Coretax adalah sistem baru yang dirancang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi perpajakan. Sistem ini terintegrasi dengan database Dukcapil sehingga memungkinkan sinkronisasi data antara NIK dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, implementasi sistem ini memunculkan kendala administratif yang cukup pelik.
Kendala dalam Membuat Bukti Potong
Perusahaan yang ingin membuat bukti potong PPh 21 atau PPh 23 untuk pegawai, kontraktor, atau penyedia jasa lainnya kini menghadapi aturan baru. Jika individu yang bersangkutan belum mendaftarkan NIK mereka di Coretax atau NIK mereka belum diaktivasi menjadi NPWP, maka perusahaan tidak dapat membuat bukti potong. Akibatnya:
- Perusahaan tidak bisa melaporkan pemotongan pajak kepada DJP.
- Hal ini berpotensi menyebabkan perusahaan dianggap lalai dalam kewajiban perpajakan.
- Pegawai atau penyedia jasa tidak mendapatkan bukti potong yang diperlukan untuk pelaporan pajak pribadi mereka.
Prosedur Registrasi Coretax yang Membingungkan
Banyak perusahaan merasa terbebani dengan aturan ini, terutama perusahaan besar dengan ribuan karyawan. Proses meminta setiap pegawai untuk mendaftar di Coretax memerlukan waktu dan tenaga ekstra. Selain itu, tidak semua pegawai bersedia atau memahami pentingnya melakukan registrasi, yang membuat perusahaan berada dalam posisi sulit.
Kritik Terhadap Sistem Coretax
Berbagai kritik dilontarkan terhadap implementasi Coretax, di antaranya:
- Ketidaksesuaian dengan Tujuan Awal: Coretax diklaim sebagai sistem pintar yang terhubung langsung dengan Dukcapil, namun tetap membutuhkan registrasi manual. Hal ini dianggap sebagai langkah mundur dibandingkan sistem sebelumnya.
- Beban Administrasi Tambahan: Perusahaan yang telah berupaya mematuhi kewajiban perpajakan merasa terbebani dengan aturan baru ini.
- Minimnya Solusi Alternatif: Tidak adanya opsi lain bagi perusahaan jika pegawai menolak atau gagal mendaftar di Coretax memperparah situasi.
Solusi yang Diusulkan
Beberapa solusi yang diusulkan untuk mengatasi permasalahan ini meliputi:
- Pembuatan Bukti Potong Tanpa Registrasi Coretax: DJP dapat memberikan kelonggaran kepada perusahaan untuk tetap membuat bukti potong, meskipun pegawai belum mendaftar Coretax. Data ini kemudian dapat digunakan DJP untuk menghubungi pegawai secara langsung dan meminta mereka melengkapi registrasi.
- Sosialisasi dan Edukasi: DJP perlu memperluas sosialisasi mengenai pentingnya registrasi Coretax dan memberikan panduan yang lebih jelas kepada perusahaan dan pegawai.
- Otomasi Proses Registrasi: Mengingat Coretax terhubung dengan Dukcapil, DJP seharusnya dapat secara otomatis mengaktivasi NIK menjadi NPWP tanpa perlu proses manual dari individu.
Dampak Jangka Panjang
Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, perusahaan dapat mengalami hambatan operasional yang serius. Selain itu, kepercayaan terhadap sistem administrasi perpajakan bisa menurun, yang berpotensi mengurangi kepatuhan pajak di masa depan.
Baca juga: Cara Daftar dan Login Coretax Pertama Kali Anti Gagal
Penutup
Demikian informasi Solusi Tidak Bisa Membuat Bukti Potong PPh 21/23 Karena Pegawai Belum Daftar Coretax? yang dapat kami sampaikan.
Coretax DJP, yang diharapkan menjadi solusi canggih untuk administrasi pajak, justru menimbulkan berbagai kendala bagi perusahaan dan wajib pajak.
Regulasi yang memaksa registrasi manual tanpa mempertimbangkan dinamika perusahaan besar menjadi salah satu penyebab utama masalah ini. DJP perlu segera mengevaluasi kebijakan terkait dan menghadirkan solusi praktis untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan efisien.